Othello syndrome didefinisikan sebagai waham dari ketidaksetiaan pasangan. Bentuk psikopatologi yang paling umum yaitu ide yang berlebihan, obsesi, dan waham. Meski cemburu sendiri merupakan hal yang wajar, namun cemburu buta perlu untuk diwaspadai. Seperti dikutip dari sumber fokusjabar.id, cemburu buta menjadi tanda adanya gangguan kepribadian sindrom Othello. Namun diagnosisnya harus disertai dengan anamnesis morbid jealousy dan lainnya.
Sejarah

Awal mula dari othello syndrome dipublikasikan pada tahun 1955 silam, oleh seorang psikiater berkebangsaan Inggris John Todd. Bersama dengan temannya, yaitu K. Dewhurst, ia mengeluarkan sebuah tulisan yang berjudul The Othello syndrome : A Study in the psychopathology of Sexual Jealousy. Penggunaan nama Othello ini merujuk pada drama karya penulis legendaris William Shakespeare.
Pada drama tersebut, dikisahkan bahwa Othello mencurigai istrinya telah melakukan perselingkuhan hingga kemudian membunuhnya. Dalam sindrom ini, orang yang mengalaminya akan merasa cemburu buta tanpa mampu mengendalikan perasaan tersebut. Cirinya dapat dilihat dari tindakan yang berusaha menginterogasi, menguntit, bahkan dapat berujung pada pembunuhan terhadap orang yang dicintai tersebut karena perasaan cemburu yang tak terkendali.
Gangguan ini bisa muncul dengan sendirinya, atau dalam gejala skizofrenia paranoid, kecanduan kokain, atau alkoholisme. Sindrom Othello termasuk ke dalam gangguan jiwa yang terkait dengan delusi. Delusi ini terjadi saat otak merasakan dan memproses suatu hal yang tidak benar benar terjadi. Jadi orang yang mengalami gangguan ini sangat meyakini jika pasangannya berselingkuh, sehingga terus memendam rasa cemburu yang tidak wajar.
Beberapa penyakit yang dikaitkan dengan Othello syndrome adalah infeksi otak, trauma kepala, stroke, penyakit neurodegeneratif atau kemunduran fungsi saraf, efek penggunaan obat obatan terlarang, hingga tumor otak. Kelainan otak yang terjadi pada sindrom ini umumnya berasal dari otak bagian depan, yaitu sebagian besar yang mengatur penyelesaian masalah, perilaku sosial, serta fungsi motorik.
Epidemiologi
Pada 20 kasus waham cemburu yang pernah diteliti di California, ditemukan bahwa onset psikotik rata rata usia sindrom ini adalah 68 tahun dengan rentang usia 25 hingga 94 tahun. Sekitar 61,9 persen penderita sindrom Othello adalah kaum pria. Namun studi lain juga menemukan bahwa kaum perempuan dua kali lebih banyak dan lebih rentan mengidap sindrom tersebut, bila dibandingkan dengan kelompok pria.
Berbagai referensi menyebutkan bahwa sebagian besar kaum pria tersangkut kasus pembunuhan karena tragedi api cemburu. Hal ini bukan berarti kaum Adam lebih cemburu dibandingkan perempuan. Kecemburuan patologis merupakan sebuah kondisi yang berbahaya pada pria, karena memicu reaksi yang agresif. Perilaku mereka lebih sering terlibat pada kasus pembunuhan, bunuh diri, dan tindak kekerasan lainnya.
Teori Terbentuk Othello Syndrome
Menurut teori psikodinamik, individu yang tumbuh dengan perasaan insecure dalam dirinya, terutama mereka yang memiliki tipe preokupasi dan penuh ketakutan terhadap penghianatan serta penolakan. Maka berisiko menjadi cemas akan adanya kemungkinan kelekatan partner mereka terhadap dirinya. Model kelekatan yang insecure ini sangat berkaitan erat dengan kepribadian borderline, dan membentuk Othello syndrome.
Sedangkan menurut teori kognitif, melihat adanya perasaan sensitif berlebihan dan insecure sebagai faktor yang utama yang mendasari perkembangan sindrom Othello. Dalam formulasinya, kondisi kognitif pasien pengidap Othello syndrome atau orang dengan karakteristik tersebut cenderung mengalami distorsi yang sistematik. Mereka seringkali salah persepsi, dan salah dalam menginterpretasikan suatu informasi atau kejadian.
Sehingga suatu kejadian pencetus bisa menimbulkan sebuah asumsi yang salah dan memicu timbulnya Othello syndrome ini. Jika menurut teori disfungsi seksual, sindrom ini dapat terjadi akibat dari respon berkurangnya fungsi seksual. Diduga bahwa hyphophallism baik yang nyata ataupun imajiner bisa menimbulkan perasaan rendah diri, yang bisa mengarah pada terbentuknya Othello syndrome.
Othello syndrome juga erat sekali kaitannya dengan penyalahgunaan alkohol. Penggunaan amfetamin serta kokain bisa menimbulkan waham perselingkuhan yang persisten, setelah penggunaan berhenti. Pada sebuah laporan kasus, digambarkan seorang pria yang telah menggunakan dexamphetamine untuk menangani gangguan ADHD dewasa, dapat berkembang menjadi sindrom Othello.
Potret Klinis
Penderita Othello syndrome menunjukkan sebuah perubahan mental yang nyata, misalnya seperti agresi yang berlebihan, mudah tersinggung, serta sikap permusuhan yang sangat kentara. Mereka juga mampu mengumpulkan bukti berbasis kejadian atau peristiwa secara acak, screenshot media sosial di smartphone, merekam percakapan, bahkan melacak berbagai barang yang salah tempat untuk mendukung kecurigaan yang mereka miliki.
Perspektif forensik sindrom ini juga telah dijelaskan di berbagai referensi, yakni kecemburuan delusional yang menjadi faktor risiko terjadinya sebuah kekerasan, pembunuhan, serta tindakan kriminal lainnya. Tercatat hingga 20 persen individu dengan Othello syndrome yang telah melakukan percobaan bunuh diri. Terdapat pula perubahan personaliti dan perilaku yang signifikan pada penderitanya.
Pengobatan dan Intervensi Psikososial

Prinsip penanganan pada Othello syndrome yaitu mengobati gangguan mental yang ada dan menangani risiko. Apabila gangguan waham adalah kondisi yang berdiri sendiri, atau merupakan manifestasi dari gejala skizofrenia, maka waham perselingkuhan tersebut umumnya bisa merespon dengan penggunaan obat antipsikotik. Pada cemburu yang obsesif, perlu diteliti terlebih dahulu apakah masuk ke dalam bagian dari gangguan depresi atau tidak.
Jika dalam intervensi psikososial, terapi kognitif dipercaya ampuh untuk menangani sindrom Othello. Terapi pendukung lainnya yaitu couple therapy dan individual dynamic psychotherapy. Dalam menangani masalah cemburu harus dipertimbangkan hingga 4 tahap pengertian dan intervensi. Yaitu interaksional, struktural atau kontekstual, intrapsikis, dan intergenerasi.
Pada tiap tahapan tersebut, kecemburuan digunakan oleh terapis sebagai penuntun untuk mengeksplorasi satu dimensi dari sebuah hubungan. Intervensi untuk perbaikan fungsi kognitif pada pasien pengidap Alzheimer dan demensia yang lain yaitu CBT atau cognitive behaviour therapy, serta pendekatan psikoterapi suportif. Apabila pasien tidak agresif maka dilakukan intervensi non farmakologi, yang meliputi reassurance dan redirection.
Jika terjadi tekanan yang cukup besar, maka perawatan di sakit perlu dilakukan untuk pasien pengidap Othello syndrome. Terapis yang menangani juga harus memiliki wawasan yang luas agar dapat melakukan pendekatan sosial, mengetahui secara jelas psikodinamikanya dan memberi obat yang diperlukan agar kondisi pasien tidak semakin buruk. Anda dapat mengunjungi situs fokusjabar.id, untuk membaca informasi lebih lengkap mengenai Othello syndrome.